Pelaku Ilegal Drilling: Korban Stigma di Dunia Nyata dan Media Sosial
Batang Hari, Jambi, Sabtu, 14 Desember 2024 – Di tengah polemik soal illegal drilling yang marak di kawasan Senami dan Desa Bungku, hujatan dan kecaman di media sosial seperti TikTok dan Instagram justru menambah luka bagi para pelaku. Komentar tajam dari warganet yang seolah men-justice tanpa memahami realitas di lapangan membuat para pekerja merasa semakin terpojok.
“Kami sudah susah hidup di lapangan, sekarang dihujat habis-habisan di media sosial. Mereka hanya melihat apa yang viral, tapi tidak pernah tahu apa yang kami alami,” ujar K, salah seorang pelaku illegal drilling yang memilih tetap bekerja demi keluarganya.
Dihujat Tanpa Solusi
Kecaman demi kecaman terus mengalir, menganggap para pelaku sebagai biang kerusakan lingkungan dan pelanggar hukum. Namun, bagi K dan rekan-rekannya, ini adalah bentuk ketidakadilan. “Orang di TikTok dan Instagram seenaknya menuduh. Mereka tidak pernah merasakan harus tidur di hutan, jauh dari keluarga, beratap plastik, dan dikejar-kejar aparat. Kalau hujan, kami basah semua, tapi kami tetap bekerja karena tidak ada pilihan,” katanya.
Para pelaku merasa bahwa narasi di media sosial hanya fokus pada sisi buruk tanpa mempertimbangkan alasan mengapa mereka terpaksa melakukan aktivitas ini. “Kami sadar ini salah, tapi kami juga punya keluarga yang harus makan. Kalau ada pekerjaan lain, kami pasti berhenti,” tegas K.
Stigma yang Membunuh Harapan
Komentar pedas di media sosial juga dirasakan sebagai pukulan psikologis bagi para pelaku. Mereka merasa dihakimi tanpa diberi kesempatan untuk menjelaskan kondisi sebenarnya. “Kami ini manusia juga, Pak. Jangan hanya menilai dari satu sisi. Apa mereka tahu bagaimana rasanya jauh dari anak-anak selama berbulan-bulan, tinggal di tempat yang berbahaya, dan tidak punya jaminan apa pun?” keluh K.
Menurut K, hujatan yang terus disebarkan justru memperburuk kondisi. Bukannya memberikan solusi, kecaman tersebut membuat pelaku semakin merasa kehilangan arah. “Kalau hanya mengutuk, itu tidak membantu. Kami butuh solusi, bukan hujatan,” tambahnya.
Harapan Akan Perubahan
K berharap masyarakat, termasuk pengguna media sosial, bisa lebih bijak dalam menyikapi masalah illegal drilling. “Jangan hanya duduk di depan layar lalu menghujat. Cobalah pahami alasan kami bekerja seperti ini,” ujarnya.
Ia juga meminta pemerintah untuk hadir memberikan solusi nyata bagi para pelaku. “Kalau ada peluang kerja yang layak, kami siap berubah. Tapi kalau tidak ada, kami hanya akan terus dihujat tanpa ada jalan keluar,” tutupnya.
Di tengah derasnya arus opini di media sosial, kisah nyata para pelaku illegal drilling seperti K jarang mendapat perhatian. Kini, yang dibutuhkan bukan sekadar kecaman, tetapi pendekatan yang lebih manusiawi untuk memberikan solusi bagi mereka yang bekerja dalam kondisi sulit, demi masa depan yang lebih baik.
(Hd)